Kamis, 08 Desember 2011
Teman-teman Vampire dan sejenisnya
WEREWOLF
Capek sudah setiap detik gua bahas masalah vampire, ingin jadi vampire, mitos vampire, kenyataan vampire atau ada atau tidak, sekali sekali menyimpang sedikit gak apa kan?
OK!
Kali ini gua mau bahas satu persatu kawanan Vampire dan sejenisnya, yang sama sama monster seperti musuhnya yang ada dicerita Twilight Saga, "Werewolf".
Jenis monster satu ini jujga cukup digandrungi sama pemirsa dirumah dan sebagian masyarakat di seluruh penjuru dunia.
Manusia yang memiliki kelebihan dapat berubah bentuk menjadi Serigala, awalnya digambarkan bahwa Werewolf menakutkan, sama seperti Vampire yang awalnya digambarkan menyeramkan namun, seiring dengan jaman yang semakin maju dan imajinasi manusia yang semakin tak terbatas, terciptalah sosok Werewolf yang imut, yang menyenangkan dan bersahabat.
Seperti kisah Harry Potter terdahulu, dan kisah-kisah lainnya mengenai Werewolf, mereka atau manusia setengah Serigala dapat berubah wujud setiap malam bulan purnama, dengan sifat yang tidak bisa dikontrol dan sangat liar, namun berbeda dengan kisah Werewolf di Twilight yang mereka dapat merubah wujud menjadi Serigala kapan saja dan dengan keinginan yang luhur, mereka dapat mengatur dan mngontrol kemampuan juga kesadaran mereka.
LEGENDA WEREWOLF
OK!
Kali ini gua mau bahas satu persatu kawanan Vampire dan sejenisnya, yang sama sama monster seperti musuhnya yang ada dicerita Twilight Saga, "Werewolf".
Jenis monster satu ini jujga cukup digandrungi sama pemirsa dirumah dan sebagian masyarakat di seluruh penjuru dunia.
Manusia yang memiliki kelebihan dapat berubah bentuk menjadi Serigala, awalnya digambarkan bahwa Werewolf menakutkan, sama seperti Vampire yang awalnya digambarkan menyeramkan namun, seiring dengan jaman yang semakin maju dan imajinasi manusia yang semakin tak terbatas, terciptalah sosok Werewolf yang imut, yang menyenangkan dan bersahabat.
Seperti kisah Harry Potter terdahulu, dan kisah-kisah lainnya mengenai Werewolf, mereka atau manusia setengah Serigala dapat berubah wujud setiap malam bulan purnama, dengan sifat yang tidak bisa dikontrol dan sangat liar, namun berbeda dengan kisah Werewolf di Twilight yang mereka dapat merubah wujud menjadi Serigala kapan saja dan dengan keinginan yang luhur, mereka dapat mengatur dan mngontrol kemampuan juga kesadaran mereka.
LEGENDA WEREWOLF
Kisah binatang jadi-jadian yang banyak terdengar dalam budaya
masyarakat kita, ternyata juga terdapat di belahan lain bumi. Bahkan ada
seorang tokoh dunia terkenal disebut pula sebagai salah satu
pengidapnya. Benarkah makhluk demikian ada, bagaimana pula muasal
kelahirannya?
Begitu beragamnya manusia jadi-jadian di
bumi ini. Mulai dari manusia harimau atau manusia beruang di kawasan
Asia, manusia hyena yang hidup di Afrika, manusia anjing hutan coyote
diburu di Amerika Tengah, sedangkan manusia kadal berkeliaran di
Selandia baru. Sama halnya dengan mitos babi ngepet atau leak dalam
sebagian masyarakat kita, atau orang Barat yang memfiksikannya dalam
film semisal An American Werewolf in London (1981) dan Wolf (1994) yang
diperani Jack Nicholson.
Ternyata semua binatang jadi-jadian itu memiliki karakter serupa.
Misalnya, perubahan di malam hari, menularkan kemampuan berubah bentuk
melalui tetesan darah dalam gigitan, luka yang terjadi dalam bentuk
binatang juga muncul dalam ujud manusia, atau binatang jadi-jadian yang
mati segera kembali berubah jadi manusia.
Akibat kutukan
Herodotus, sejarawan Yunani dari abad V SM, mengatakan pada + 2.400 tahun lalu, bahwa penduduk di daerah yang sekarang bernama Lithuania dan Polandia, mengaku berubah menjadi manusia serigala selama beberapa hari dalam setahun.
Masa itu manusia serigala adalah manusia dengan dorongan kuat
memangsa manusia lainnya. Melalui sihir mereka berubah menjadi serigala
hitam untuk memudahkan mewujudkan niatnya. Sekali berubah, menurut
kepercayaan lama, akan terus menyimpan kekuatan dan kelicikan serigala.
Baru di abad 1 SM Virgil sebagai penulis Latin yang pertama kali
menyebut-nyebut soal takhayul ini, kemudian diikuti oleh Propertius,
Servius, dan Petronius. Petronius yang kepala urusan hiburan zaman
pemerintahan Kaisar Nero (54 – 68) bertutur tentang manusia serigala
dalam bentuk sastra roman Satyricon. Dengan bumbu terang bulan,
pekuburan, dan luka abadi setelah kembali jadi manusia, membuat roman
itu sebagai bacaan hiburan.
Sebagian tradisi Roma dan Yunani menganggap manusia berubah jadi
serigala sebagai hukuman dewa, karena ia telah mempersembahkan korban
berupa manusia, ujar Pliny (61 – 113).
Meski baru abad XVIII kisah tentang manusia serigala diterbitkan,
bukan berarti orang berkurang minat terhadap manusia serigala. Justru
kepercayaan itu demikian kuat, bahkan sering diterima sebagai kebenaran,
bukan fiksi.
Menurut kepercayaan lama ada tiga macam manusia serigala. Pertama,
yang memperolah kemampuan itu melalui keturunan. Konon, kutukan terhadap
nenek moyang menjadikan setiap keturunannya menjadi manusia serigala.
Kedua, orang yang dengan sukarela jadi serigala dengan alasan dan tujuan
jahat. Sedangkan yang terakhir adalah manusia serigala berhati lembut
dan baik. Kondisinya yang tidak lazim, malah membuatnya merasa malu.
Sebenarnya, transformasi sering dilakukan oleh dukun-dukun suku
tertentu dengan tujuan baik untuk mengatasi masalah di kelompoknya. Saat
langka makanan, misalnya, si dukun bisa saja berubah ujud menjadi
binatang jadi-jadian serupa makhluk yang akan diburu, supaya lebih mudah
melacak buruan itu.
Ada juga yang tidak berubah ujud tetapi meminjam tubuh binatang untuk
memata-matai, menyantet, atau sekadar menakut-nakuti musuh.
Berjubah kulit serigala
Kasus manusia serigala yang mencolok terjadi di Prancis, awal abad XVII. Adalah Jean Grenier (13) yang merasa yakin dirinya manusia serigala. Di pengadilan Bordeaux, Grenier mengaku, 2 tahun sebelumnya membuat perjanjian dengan setan di hutan. Dengan kulit serigala yang menurut pengakuannya pemberian setan, tiap malam ia bisa berkeliaran sebagai serigala, namun di siang hari kembali ke bentuk manusia. Ia telah membunuh dan memangsa beberapa anak kecil yang sendirian di ladang, juga menculik bayi yang ditinggal di rumah.
Sejauh menyangkut perilaku kanibalisme, penyelidikan menunjukkan
kebenaran pengakuannya. Namun dari sudut kedokteran, remaja ini
digolongkan penderita lycanthropy. Kelainan jiwa ini menyebabkannya
berkhayal tubuhnya berubah bentuk menjadi hewan. Menilik usianya yang
masih belia, Grenier cuma dihukum kurungan seumur hidup di Biara
Fransiskan, Bordeaux.
Perubahan Grenier dengan menyamar di bawah kulit serigala serupa
dengan cara transformasi manusia beruang di Skandinavia yang menggunakan
kulit beruang. Selain kulit binatang, konon ada alat lain, yaitu
korset. Ada yang terbuat dari kulit asli binatang, ada yang dari kulit
manusia yang dihukum gantung. Dua alat itu banyak dipakai di Prancis,
Jerman, Skandinavia, dan beberapa negara Eropa Timur. “Benda sakti”
lainnya adalah salep khusus berisi ramuan dari kelompok tanaman
solanaceae yang membangkitkan halusinasi.
Selain itu ada lagi alat dan cara untuk bertransformasi yang berupa
jimat, ramuan, dan mantera pemujaan pada iblis. Khusus pemakaian jimat,
justru orang di sekitar si pemakai yang terpengaruh seakan melihat
manusia serigala, padahal si pelaku tidak berubah. Di luar saat bulan
purnama, perubahan sering terjadi spontan dan lepas dari kendali
pelakunya.
Penampilan si pelaku yang menakutkan, tindak kejahatannya yang
mengerikan, dan terutama karena kengerian terhadap kekuatan setan,
membuat manusia serigala jadi obyek yang harus diburu dan dimusnahkan.
Penghukuman terhadap mereka terjadi di hampir sepanjang sejarah di
Eropa. Malah pelaku kejahatan apa pun dengan mudahnya dapat dijuluki
manusia serigala.
Pembunuhan massal sering disebut akibat kejahatan serigala. Seperti
yang menimpa Peter Stubbe di tahun 1590 (ada yang menyebut Peter Stump
di tahun 1589) dari Bedburg, dekat Cologne. Ia dituduh sebagai serigala
yang kanibal setidaknya pada 2 pria, 2 wanita hamil, dan 13 kanak-kanak,
dan inses dengan adik perempuannya.
Hukuman yang diterimanya luar biasa. Setelah dicabik-cabik dengan
penjepit, dilindas roda, dipancung, akhirnya tubuh tanpa kepala itu
dibakar. Hukuman bakar hidup-hidup juga diberlakukan untuk gundik dan
anak perempuannya.
Di Prancis dan Jerman, manusia serigala biasanya memang dibakar atau
digantung. Seperti yang terjadi terhadap lebih dari 200 laki-laki dan
perempuan Pirenea (antara Prancis dan Spanyol) di seputar abad XVI,
karena diduga manusia serigala.
Menurut Elton B. McNeil dalam The Psychoses (1970), demam berburu
manusia serigala bisa disamakan dengan perburuan terhadap penyihir.
Secara kejiwaan mereka yakin, orang akan diberkati bila mampu menangkap
pelayan atau sekutu iblis.
Tak heran, saat itu di Prancis banyak ditemukan manusia serigala
kagetan. Dalam satu periode – antara 1520 – 1630 – di Prancis tercatat
30.000 kasus manusia serigala.
Ada beberapa patokan untuk menentukan apakah seekor serigala
jadi-jadian atau tidak. Konon, manusia serigala akan mempertahankan
suara dan mata manusianya. Sedangkan menurut suku Indian, yang berubah
jadi serigala hanya bagian kepala, tangan, dan kaki.
Dalam ujud manusia, ada beberapa ciri khas yang membedakannya dengan
manusia biasa. Dua ujung alisnya saling bertemu di tengah, jari-jari
tangannya yang panjang agak kemerahan, dengan jari tengah yang sangat
panjang. Selain telinganya agak ke bawah dan sedikit ke belakang, tangan
dan kakinya cenderung berbulu lebat.
Rasa takut terhadap manusia serigala lebih mudah dipahami dengan
mengetahui alasan takut terhadap serigala. Sebelum abad XX di Eropa dan
Asia Utara, serigala dianggap binatang paling cerdik yang berbahaya bagi
manusia dan ternak. Apalagi bila serigala itu gila. Cukup sekali gigit
korbannya bisa tewas mengerikan. Sampai-sampai ada institusi pemerintah
Prancis yang khusus mengontrol serigala, paling tidak sejak pemerintahan
Charlemagne (768 – 814), hingga abad ini.
Di Eropa pada abad pertengahan, serigala terkadang digantung
bersebelahan dengan pelaku kejahatan di tiang gantungan, sebagai simbol
ditaklukkannya kejahatan. Serigala pernah jadi masalah serius Irlandia
abad XVII, sehingga sepotong kepala serigala sama nilai hadiahnya dengan
kepala pemberontak.
Hanya halusinasi
Ada pendapat, manusia serigala timbul akibat halusinasi. Antara lain, pengaruh racun ergot yang dihasilkan oleh jamur Claviceps purpurea pada gandum. Ergot mengandung bahan serupa materi mentah untuk membuat LSD.
Halusinasi akibat ergot banyak terjadi di Eropa pada abad
pertengahan. Itu tak lain karena masyarakat kebanyakan hanya bisa
mengkonsumsi biji gandum yang terkontaminasi, sementara gandum bersih
disimpan hanya untuk bangsawan. Maka, tanpa pengalaman atau ilmu sihir,
bila memakan biji-bijian itu orang bisa merasa jadi katak atau serigala.
Satu kisah tragis terjadi tahun 1951 di Pont St Esprit di Rhone
Valley, dengan korban keracunan ergot +300 orang. Lima orang mati,
sedangkan kebanyakan cacat seumur hidup. Mereka yang cacat mengaku,
telah mengalami halusinasi mengerikan. Ada pria yang merasa seolah-olah
otaknya dilahap segerombolan ular merah. Ada pula yang sanggup
membebaskan diri dari jaket pengikat orang gila sampai 7x, rontok
giginya karena menggigit putus tali pengikat dari kulit yang
membelenggunya, dan mampu membengkokkan dua batang teralis besi di
jendela rumah sakit! Alasannya, pria itu merasa dikejar-kejar harimau.
Pendapat lain menduga manusia serigala adalah akibat persepsi keliru
terhadap penyakit keturunan congenital porphyria. Menurut dr. Lee Illis
dari Guy Hospital, London, pengidapnya amat tak tahan terhadap cahaya
(karena itu mereka hanya bisa keluar malam hari), giginya berwarna merah
atau coklat kemerahan, dan menunjukkan gejala gangguan jiwa (dari
histeris ringan hingga depresi maniak). Borok lambat laun mengubah
bentuk tangan mereka menjadi serupa cakar.
Namun, pendapat ini disanggah cendekiawan Almotarus, yang menjelaskan
manusia serigala dalam bentuk manusia memiliki ciri khusus berupa mata
cekung dan kering, serta kulit pucat. Selain itu luka pada kulit
penderita jauh berbeda dengan kulit serigala.
Roh jahat dalam perjalanan astral
Pemahaman terhadap manusia serigala memasuki era baru menyusul keputusan terhadap Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu tidak mungkin lagi mengabaikan “koor” pendapat para dokter, yang yakin manusia serigala sebenarnya adalah penderita berbagai jenis dan tingkatan gangguan jiwa. Meski dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya sebagai gejala kemurungan jiwa akibat cairan tertentu yang dihasilkan empedu, yang diduganya telah menyerang otak.
Pemahaman terhadap manusia serigala memasuki era baru menyusul keputusan terhadap Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu tidak mungkin lagi mengabaikan “koor” pendapat para dokter, yang yakin manusia serigala sebenarnya adalah penderita berbagai jenis dan tingkatan gangguan jiwa. Meski dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya sebagai gejala kemurungan jiwa akibat cairan tertentu yang dihasilkan empedu, yang diduganya telah menyerang otak.
Maka dibedakan antara makhluk mitos manusia serigala dan penderita kejiwaan (lycanthrope).
Lycanthropy berakar dari kata Yunani lycos artinya serigala dan
anthropos atau manusia. Meski ada yang menyebut secara berbeda. Robert
Burton dalam buku pengobatan klasik The Anatomy of Melancholy (1621)
misalnya, menggunakan istilah kegilaan terhadap serigala.
Mula-mula lycanthrope dipakai untuk menggambarkan fenomena kuno
berupa kemampuan orang bermetamorfosis jadi binatang. Namun lama-lama
istilah itu diaplikasikan khusus untuk orang yang di alam subnormal
yakin mampu berubah bentuk. Keyakinan itu dikuatkan dengan dorongan
bersikap sadis dan obsesi terhadap darah dan daging yang terus bertahan
dari waktu ke waktu di berbagai tempat – bahkan di negara beradab.
Selera terhadap daging manusia itulah yang mengubah manusia menjadi
monster. Namun secara nyata penderita lycanthrope tidak pernah berubah
bentuk, suara, dan perilaku menjadi serigala.
Mengenai penampilannya yang tetap manusia, pada abad XV – XVI
penderita lycanthrope berkilah, bahwa bulu-bulu mereka tumbuh di bawah
kulit. Seperti yang terjadi di Padua, Spanyol, tahun 1541, ketika
seorang petani dengan keji membunuh dan mengoyak-ngoyak tubuh beberapa
orang korbannya. Saat tertangkap, ia mengaku sebagai serigala meski
secara fisik tidak berujud binatang. Itu tak lain karena bulu-bulunya
tersembunyi di bawah, bukan di atas, kulit. Untuk membuktikan ucapannya,
penduduk segera memotong lengan dan kakinya. Alhasil, kecewa yang
didapat, yang ada cuma darah, otot, dan tulang biasa.
Malah dalam buku klasik tentang sadisme, masokisme, dan lycanthropy
Man into Wolf, antropolog Inggris Dr. Robert Eisler menyebut kemungkinan
Adolf Hitler sebagai penderita lycanthropy. Ia merujuk pada kesaksian
bagaimana sang Fuhrer memiliki kebiasaan menggigit karpet saat mengamuk.
Sedangkan manusia serigala adalah orang yang dengan kekuatan sihir
atau mantera khusus dipercaya mampu mengubah diri menjadi serigala. Ia
benar-benar serupa serigala baik keganasan, kekuatan, kelicikan, dan
kecepatan larinya. Ia bisa bertahan dalam kondisi itu selama beberapa
jam saja atau bahkan permanen.
Pendapat yang menguatkan keberadaan manusia serigala didukung oleh
spiritualis Rose Gladden dengan dasar pemikiran perjalanan astral.
“Katakanlah ada orang yang pada dasarnya jahat, suka dengan hal-hal yang
mengerikan. Saat ia melakukan perjalanan astral, roh jahat yang banyak
berkeliaran bebas di udara akan menangkap, mengubahnya menjadi serigala
atau binatang lainnya, dan memanfaatkannya untuk tujuan keji.”
Dorongan bebas nilai
Lain lagi pendapat paranormal terkemuka Prancis pada abad XIX Eliphas Levi, bahwa proses transformasi itu adalah suatu manifestasi simpati manusia terhadap naluri kebinatangannya. Menurutnya, manusia serigala tidak lebih dari tubuh nonfisik dan naluri ganas berbentuk serigala.
Senada dengan itu, John Godwin, penulis Unsolved: The World of the
Unknown, lebih menyoroti dorongan dalam diri manusia. Jujur saja,
sebenarnya manusia memiliki sifat buruk serupa serigala yang selama ini
ditekan untuk tidak muncul. “Dengan berubah, mereka bebas dari ujud
fisik manusianya yang mengalangi mewujudkan dorongan dan keinginan kuat
tanpa perlu merasa bersalah atau takut. Dalam ujud binatang, tidak ada
lagi tabu yang harus dijaga. Karena binatang memang tidak mengenal
tabu.”
Sedangkan James VI dari Skotlandia dalam Daemonologie (1597), melihat
penyebabnya adalah segunung masalah yang dihadapi manusia mulai dari
bencana alam dan cuaca buruk, gagal panen, serangan hama, dan kejahatan
yang meningkat. Semua itu perlu seseorang atau sesuatu untuk disalahkan.
Gampangnya, serigala dijadikan kambing hitam. Selain itu adalah
ketidaksiapan penduduk untuk melepaskan kepercayaan atas makhluk sejenis
itu membuat manusia serigala terus eksis dalam waktu lama.
Richard Carrington, penulis Mermaids and Mastodon menyamakan alasan
di balik kepercayaan akan manusia serigala dengan kepercayaan primitif,
bahwa monster sebenarnya bentuk yang diciptakan manusia sendiri, untuk
mengkompensasikan posisinya sendiri yang demikian kecil di alam semesta.
Saat peradaban makin maju, mitos binatang menakutkan pun lenyap.
Contohnya, suku Indian Sioux di Dakota Utara, AS, yang dulu percaya akan
adanya binatang pemangsa manusia. Tapi, keturunannya di abad ini
melupakan mitos itu. Menurut mereka, takhayul itu lahir akibat rasa
takut terhadap mastodon yang berkeliaran di dataran Dakota.
Pendapat manusia serigala hanya takhayul belum mencapai kata putus.
Jika benar itu sekadar ciptaan manusia, mengapa kisah itu bertahan
sekian lama? Apa pula yahg membuat ilmuwan demikian getol berkutat
memecahkannya?
0 comments:
Posting Komentar